SOLOPOSCOM - Sejumlah pengunjung Alun-alun Giri Krida Bakti membeli dagangan yang dijual pedagang di area sekitar alun-alun, Rabu (3/8/2022) malam. Pada Sabtu (13/8/2022), lapak mereka pedagang tersebut bakal direlokasi di Jl. Ir Soekarno. Prakiraan cuaca Kota Solo menurut BMKG pada hari ini, Kamis (4/8/2022), tidak ada hujan sepanjang
Bondowoso Antara Jatim - Kegiatan "Bondowoso Bersholawat" di Alun-alun Kota Bondowoso, Jawa Timur, Kamis malam dan berakhir hingga Jumat dini hari dimeriahkan dengan lambaian bendera merah putih yang dipegang oleh orang menghadiri kegiatan yang disi penampilan "Jam'iyah Sholawat Bhenning" dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Kabupetan Situbondo, itu. Mereka tidak beranjak hingga acara berakhir dengan tausiah dan doa dari Pengasuh Ponpes Sukorejo KHR Ahmad Azaim melambai-lambaikan merah sebagai lambang cinta Tanah Air, acara itu juga diawali dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya".Sebelum tausiah, jemaah dihibur dengan iringan selawat hadrah yang merdu oleh personel Jam'iyah Sholawat Bhenning serta adegan teater dengan lakon berjudul "Penguasa Dzolim Arya Kuwu".Penampilan teater asuhan Ustaz Zainul Walid itu menyedot perhatian penonton dengan pesan dakwah tentang pemilihan pemimpin di suatu negeri. Lakon itu mengisahkan Kadipaten Pajang yang akan memilih seorang pemimpin atau dua calon dengan karakter bertolak belakang dalam adegan itu. Tokoh pertama adalah Arya Kuwu yang berambisi untuk berkuasa dan tokoh kedua adalah Arya Damar dengan watak santri yang "tawaddhuk" atau patuh pada petuah ulama dan tidak mewujudkan ambisinya, Arya kuwu mendatangi seorang dukun Mbah Dawuh diperankan oleh Zainul Walid dengan membawa sepeti emas. Dia berjanji kalau menang dan dilantik menjadi adipati, akan menambah lagi satu peti emas untuk Mbah pemilihan adipati dimenangi oleh Arya Kuwu. Setelah dilantik menjadi adipati, Arya Kuwu menunjukkan watak aslinya yang serakah dan kejam. Ia menarik upeti dari rakyatnya yang sudah menderita. Ia membunuh rakyatnya yang menentang sisi lain, Mbah Dawuh berharap kiriman emas dari Arya Kuwu. Setelah ditagih, Arya Kuwu menolaknya. Mbah Dawuh marah dan meminta pertolongan harimau penguasa Pajang untuk membunuh Arya tampil di acara pengajian, kata Zainul Walid, lakon drama ini juga berbingkai dakwah. Pesan yang disampaikan dalam lakon ini adalah ajakan kepada masyarakat di suatu wilayah untuk menjaga kerukunan meski berbeda dalam pilihan politik."Karena kalau rakyat di suatu wilayah atau negeri tidak rukun, maka tunggulah kehancuran negeri itu," kata ustadz yang juga dikenal sebagai penyair dan dramawan itu, pesan dalam lakon itu adalah, kedzaliman akan hancur jika melawan kebenaran. Sebaliknya kebenaran akan menemukan kemenangannya pada suatu saat. Setelah kematian Arya Kuwu, ulama di Pajang berunding dan sepakat memilih Arya Damar sebagai adipati agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan di negeri yang diwarnai permusuhan itu kemudian berakhir dengan ajakan ulama agar rakyat Kadipaten Pajang bersatu padu membangun negerinya. Panggung yang menghadap ke timur itu kemudian dimeriahkan kembali oleh alunan selawat dari kelompok "Sholawat Bhenning".Kiai Azaim yang juga cucu dari Pahlawan Nasional KHR As'ad Syamsul Arifin ini dalam ceramahnya mengingatkan jemaah tentang hadits Nabi Muhammad yang menyebutkan ada tujuh golongan umat yang kelak di Padang Mahsyar akan mendapatkan naungan dari dari golongan itu adalah orang yang saling mencintai karena Allah, kemudian berpisah juga karena Allah. Kiai Azaim menyebut bahwa para jemaah itu berkumpul karena Allah dan kemudian kembali ke rumahnya juga karena memenuhi kewajibannya masing-masing sebagaimana diperintahkan oleh Allah."Semoga kita semua menjadi bagian dari tujuh golongan yang kelak mendapat naungan dari Allah. Aamiinn," kata ulama muda kharismatik Bersholawat itu digelar oleh mahasiswi KKN Institut Agama Islam Ibrahimy IAII Sukorejo, Situbondo, bekerja sama dengan Ikatan Santri Alumni Salafiyah Syafiiyah IKSASS Rayon Bondowoso.*
BONDOWOSO- Polisi Wanita (Polwan) Polres Bondowoso tak mau hanya terhenti dalam pelaksanaan vaksinasi dan fogging gratis saja. Untuk merayakan Hari Jadi Polwan ke 74, di Bondowoso Gelar Baksos On The Road - Tribratanews Polres Bondowoso
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 6qx19vqRhYT5us2o5TyHEPXQ00e2akT1i92MZuKSmSDeQLtIeP_dDQ==
Alunalun kota dinilai kerap memicu kerumunan apalagi saat malam maupun hari minggu. Kabag Ops Polres Bondowoso AKP Agustinus Robby Hartanto menerangkan, hal itu dilakukan menyusul adanya peningkatan drastis kasus warga yang terkonfirnasi Covid-19 dalam sepekan terakhir. Alun-alun ditutup mulai senin hingga jumat mulai pukul WIB.
BONDOWOSO, – Hiasan berbentuk burung garuda, naga, hingga ular terlihat menawan dipadukan dengan kendaraan roda dua yang ditarik menggunakan kuda. Ya, ketika sore hari pemandangan tersebut selalu tersaji di pusat kota Bumi Ki Ronggo. Sejumlah delman itu merupakan salah satu wisata yang dikenal dengan nama Bendi Wisata Bondowoso. Biasanya bendi-bendi wisata ini mulai beroperasi dari sore hari, kemudian berhenti pada malam hari. Berbagai lika-liku ternyata sudah mereka alami dari awal hingga saat ini. Termasuk harus menghadapi kerasnya hantaman pandemi Covid-19. Biasanya, dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung, bendi wisata itu akan memutari alun-alun sebagai rute utama. Tapi, setelah adanya pandemi, tidak jarang mereka harus mengubah rute sehingga lebih jauh, akibat dari penutupan alun-alun yang sering dilakukan beberapa waktu terakhir. Misnawi, 52, Ketua Paguyuban Bendi Wisata Bondowoso, menjelaskan, pendapatan mereka dari melayani pengunjung yang ingin naik delman tersebut berkurang saat pandemi. Pasalnya, dalam satu hari beroperasi, mereka hanya bisa menghasilkan maksimal Rp 100 ribu. Bahkan tidak jarang, penghasilan mereka berada di bawah angka tersebut. “Kalau pendapatan keuangan jauh berkurang memang,” katanya ketika dikonfirmasi Jawa Pos Radar Ijen. Tak hanya itu, menurut Misnawi, dalam beberapa bulan terakhir mereka sempat tidak dapat beroperasi. Mengingat alun-alun ditutup total akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat PPKM. Beruntung, saat ini penutupan alun-alun hanya dilakukan pada malam hari. Jadi, mereka tetap bisa beroperasi, walaupun pada malam hari harus mengganti rute yang biasa mereka lewati. Jika alun-alun ditutup, biasa mereka beroperasi ke arah barat. Melalui Kelurahan Badean, Kota Kulon, dan kembali ke tempat awal di selatan alun-alun atau di depan Masjid Agung At Taqwa. “Ya, alhamdulillah masih bisa beroperasi,” tutur pria asal Desa Kajar ini. Untuk dapat menikmati sensasi menaiki bendi wisata, pengunjung cukup membayar dengan tarif Rp 30 ribu untuk dua kali putaran. Baik mengelilingi alun-alun ataupun melalui jalur Pekauman hingga Kota Kulon. “Sama, Rp 30 ribu untuk dua putaran,” cetusnya. Paguyuban Bendi Wisata, menurut Misnawi, juga sudah melakukan antisipasi terkait kotoran kuda hingga sisa pakan kuda. Biasanya, mereka menyediakan wadah khusus untuk kotorannya. Hal itu dinilai sebagai wujud upaya menjaga lingkungan tetap bersih. “Dari dulu memang dibentuk kebersihannya. Selalu dijaga,” pungkasnya. c2/lin BONDOWOSO, – Hiasan berbentuk burung garuda, naga, hingga ular terlihat menawan dipadukan dengan kendaraan roda dua yang ditarik menggunakan kuda. Ya, ketika sore hari pemandangan tersebut selalu tersaji di pusat kota Bumi Ki Ronggo. Sejumlah delman itu merupakan salah satu wisata yang dikenal dengan nama Bendi Wisata Bondowoso. Biasanya bendi-bendi wisata ini mulai beroperasi dari sore hari, kemudian berhenti pada malam hari. Berbagai lika-liku ternyata sudah mereka alami dari awal hingga saat ini. Termasuk harus menghadapi kerasnya hantaman pandemi Covid-19. Biasanya, dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung, bendi wisata itu akan memutari alun-alun sebagai rute utama. Tapi, setelah adanya pandemi, tidak jarang mereka harus mengubah rute sehingga lebih jauh, akibat dari penutupan alun-alun yang sering dilakukan beberapa waktu terakhir. Misnawi, 52, Ketua Paguyuban Bendi Wisata Bondowoso, menjelaskan, pendapatan mereka dari melayani pengunjung yang ingin naik delman tersebut berkurang saat pandemi. Pasalnya, dalam satu hari beroperasi, mereka hanya bisa menghasilkan maksimal Rp 100 ribu. Bahkan tidak jarang, penghasilan mereka berada di bawah angka tersebut. “Kalau pendapatan keuangan jauh berkurang memang,” katanya ketika dikonfirmasi Jawa Pos Radar Ijen. Tak hanya itu, menurut Misnawi, dalam beberapa bulan terakhir mereka sempat tidak dapat beroperasi. Mengingat alun-alun ditutup total akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat PPKM. Beruntung, saat ini penutupan alun-alun hanya dilakukan pada malam hari. Jadi, mereka tetap bisa beroperasi, walaupun pada malam hari harus mengganti rute yang biasa mereka lewati. Jika alun-alun ditutup, biasa mereka beroperasi ke arah barat. Melalui Kelurahan Badean, Kota Kulon, dan kembali ke tempat awal di selatan alun-alun atau di depan Masjid Agung At Taqwa. “Ya, alhamdulillah masih bisa beroperasi,” tutur pria asal Desa Kajar ini. Untuk dapat menikmati sensasi menaiki bendi wisata, pengunjung cukup membayar dengan tarif Rp 30 ribu untuk dua kali putaran. Baik mengelilingi alun-alun ataupun melalui jalur Pekauman hingga Kota Kulon. “Sama, Rp 30 ribu untuk dua putaran,” cetusnya. Paguyuban Bendi Wisata, menurut Misnawi, juga sudah melakukan antisipasi terkait kotoran kuda hingga sisa pakan kuda. Biasanya, mereka menyediakan wadah khusus untuk kotorannya. Hal itu dinilai sebagai wujud upaya menjaga lingkungan tetap bersih. “Dari dulu memang dibentuk kebersihannya. Selalu dijaga,” pungkasnya. c2/lin BONDOWOSO, – Hiasan berbentuk burung garuda, naga, hingga ular terlihat menawan dipadukan dengan kendaraan roda dua yang ditarik menggunakan kuda. Ya, ketika sore hari pemandangan tersebut selalu tersaji di pusat kota Bumi Ki Ronggo. Sejumlah delman itu merupakan salah satu wisata yang dikenal dengan nama Bendi Wisata Bondowoso. Biasanya bendi-bendi wisata ini mulai beroperasi dari sore hari, kemudian berhenti pada malam hari. Berbagai lika-liku ternyata sudah mereka alami dari awal hingga saat ini. Termasuk harus menghadapi kerasnya hantaman pandemi Covid-19. Biasanya, dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung, bendi wisata itu akan memutari alun-alun sebagai rute utama. Tapi, setelah adanya pandemi, tidak jarang mereka harus mengubah rute sehingga lebih jauh, akibat dari penutupan alun-alun yang sering dilakukan beberapa waktu terakhir. Misnawi, 52, Ketua Paguyuban Bendi Wisata Bondowoso, menjelaskan, pendapatan mereka dari melayani pengunjung yang ingin naik delman tersebut berkurang saat pandemi. Pasalnya, dalam satu hari beroperasi, mereka hanya bisa menghasilkan maksimal Rp 100 ribu. Bahkan tidak jarang, penghasilan mereka berada di bawah angka tersebut. “Kalau pendapatan keuangan jauh berkurang memang,” katanya ketika dikonfirmasi Jawa Pos Radar Ijen. Tak hanya itu, menurut Misnawi, dalam beberapa bulan terakhir mereka sempat tidak dapat beroperasi. Mengingat alun-alun ditutup total akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat PPKM. Beruntung, saat ini penutupan alun-alun hanya dilakukan pada malam hari. Jadi, mereka tetap bisa beroperasi, walaupun pada malam hari harus mengganti rute yang biasa mereka lewati. Jika alun-alun ditutup, biasa mereka beroperasi ke arah barat. Melalui Kelurahan Badean, Kota Kulon, dan kembali ke tempat awal di selatan alun-alun atau di depan Masjid Agung At Taqwa. “Ya, alhamdulillah masih bisa beroperasi,” tutur pria asal Desa Kajar ini. Untuk dapat menikmati sensasi menaiki bendi wisata, pengunjung cukup membayar dengan tarif Rp 30 ribu untuk dua kali putaran. Baik mengelilingi alun-alun ataupun melalui jalur Pekauman hingga Kota Kulon. “Sama, Rp 30 ribu untuk dua putaran,” cetusnya. Paguyuban Bendi Wisata, menurut Misnawi, juga sudah melakukan antisipasi terkait kotoran kuda hingga sisa pakan kuda. Biasanya, mereka menyediakan wadah khusus untuk kotorannya. Hal itu dinilai sebagai wujud upaya menjaga lingkungan tetap bersih. “Dari dulu memang dibentuk kebersihannya. Selalu dijaga,” pungkasnya. c2/lin Hari ini, tanggal 17 agustus 2020, hari (ulang tahun) kemerdekaan Republik Indonesia, ada yang aneh menurut saya. Di Alun-alun kota Rembang, tidak ada satu pun bendera merah putih dikibarkan, tak ada satu pun bendera merah putih dikibarkan,” kata Gus Mus dalam video itu. Dalam video tersebut, nampak Gus Mus tengah berjalan di Alun-alun . 424 410 136 423 121 287 39 250